Kita semua mengalami masalah apakah pekerjaan kita itu sesuai
dengan yang kita dambakan. Atas dasar alasan ini langkah pertama menuju
penciptaan seorang tenaga kerja yang termotivasi seharusnya dengan cara
menerima karyawan yang termotivasi dari dirinya sendiri. Caranya menurut Gerald
Graham, Direktur Sekolah Bisnis Universitas Wichita State, adalah dengan
mengkaji riwayat dan pengalaman mereka.
Sayangnya untuk kebanyakan manajer, pekerja
yang mereka miliki adalah pekerja yang terpaksa. Dengan demikian, cara
selanjutnya yang harus dilakukan adalah menemukan cara untuk mempercepat
dorongan di dalam diri mereka menuju kesuksesan. Sebelum mencoba ini, para
manajer harus mengetahui berbagai perilaku yang memotivasi mereka.
Bila tujuannya telah diketahui, para manajer
dapat (1) memberikan kepada pekerja keterangan yang mereka perlukan
untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang baik. Ini termasuk tujuan secara keseluruhan dan
misi bisnis, pekerja yang perlu dikerjakan oleh Departemen khusus, dan
aktivitas kerja tertentu yang mengharuskan berkonsentrasi pada pekerjaan
tersebut. Bob Nelson, Wakil Presiden Pusat Penelitian Pengembangan Blanchard
dan penulis “1001 Cara Memberikan Imbalan Karyawan”, mengatakan bahwa
Komunikasi Yang Terbuka membantu pekerja merasa bahwa mereka berada di dalam
keputusan-keputusan penting mengenai bisnis dan membantu mereka untuk memahami
prakarsa yang melandasi bisnis tersebut.
Ia menambahkan, informasi itu seharusnya tidak hanya terdapat pada bagian
sebelum akhir proyek atau tugas tapi juga terdapat di bagian tengah dan akhir.
Dengan kata lain manajer harus (2) memberikan kesempatan umpan balik secara teratur. Seperti Ken Blanchard penulis buku “Manajer
Satu Menit”, menekankan, “Pengaruh umpan balik adalah sarapan pagi para juara”.
Mengingat karyawan adalah para ahli pada
pekerjaannya, para manajer harus (3) meminta masukan dari karyawan dan melibatkan mereka di dalam
keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Suasana komunikasi terbuka dan berbagi
komunikasi dua arah lebih memotivasi, jika hal itu menjadi suatu bagian
pelengkap dalam menjalankan bisnis. Oleh karena itu perusahaan harus (4) membuat saluran
komunikasi yang mudah dipergunakan, sehingga karyawan dapat menggunakannya
untuk mengutarakan pertanyaan/kehawatiran mereka dan memperoleh jawaban. Sambungan telepon langsung, kotak saran,
forum-forum kelompok kecil, tanya jawab dengan pimpinan dan “politik pintu
terbuka” adalah beberapa cara yang dapat mendorong dan membesarkan hati
karyawan untuk berbicara terus terang.
Salah satu tujuan terpenting komunikasi
terbuka bagi para pimpinan adalah untuk (5) belajar dari para
karyawan itu sendiri apa yang memotivasi mereka. Motivator dari dalam diri setiap orang
berbeda, serta imbalan atas suatu pekerjaan yang dikerjakan dengan baik harus
dibakukan.
Saul Gellerman penulis “Motivating Superior
Performance” menambahkan, “Tunjukkan rasa hormatmu terhadap individu dengan
menanggapi tanda yang mereka tunjukkan tentang bagaimana mereka ingin
diperlakukan dan jenis pekerjaan yang ingin mereka kerjakan.” Para manajer
harus (6) mempelajari apa saja kegiatan-kegiatan lain yang pekerja
lakukan bila mereka mempunyai waktu luang, dan kemudian menciptakan kesempatan
bagi mereka untuk melakukan kegiatan itu secara lebih teratur.
Motivator terbaik adalah bila para manajer (7) memberi selamat
secara pribadi kepada karyawan yang melakukan pekerjaan dengan baik. Pemberian selamat ini harus dilakukan khusus
dan tepat waktu.. Suatu cara untuk memastikan penghargaan adalah agar para
manajer (8) terus menerus memelihara hubungan dengan orang yang mereka
bawahi. Bila penghargaan pada
karywa tidak dapat dijalankan, para manajer harus (9) menulis Memo
secara pribadi kepada mereka tentang hasil kinerja mereka. Karena tulisan tersebut merupakan penghargaan
yang nyata, serta dampak atas “perasaan aman” itu berlangsung lama.
Bila manajer (10) menghargai
karyawan karena pekerjaan mereka yang baik secara umum. Mereka akan menyatakan bahwa karyawa yang
berprestasi mengagumkan telah mendapat perhatian positif dari semua orang.
Mengingat kelompok adalah suatu kenyataan yang ada di dalam perusahaan, maka
upaya-upaya penghargaan juga harus termasuk di dalamnya dan harus (11) meliputi pertemuan-pertemuan pembentukan
moril seperti “merayakan kesuksesan yang dicapai kelompok” dan tidak perlu
dibesaar-besarkan cukup dengan memberitahukan kelompok pada waktu yang tepat
bahwa mereka telah mengerjakan suatu pekerjaan dengan baik.
Tidak ada yang melemahkan motivasi karyawan
lebih cepat selain pekerjaan rutin dan pekerjaan yang tidak menantang. Bila
perusahaan ingin agar karyawan melakukan pekerjaan yang baik, maka harus (12) memberi karyawan
satu pekerjaan yang baik untuk dikerjakan dan para manajer harus memperlihatkan
kepada karyawan bagaimana mereka dapat berkembang dan memberi kesempatan untuk
mempelajari kemampuan-kemampuan baru.
Langkah selanjutnya (13) memastikan apakah karyawan mempunyai
sarana kerja yang terbaik. Sebagai contoh perusahaan yang bergerak dalam bidang teknologi
kesenian cenderung menjadi tempat yang menyenangkan. Mempunyai perlatan canggih
membuat karyawan bangga. Kebijakan perusahaan dan praktek manajemen mempunyai
suatu kemampuan yang luar biasa untuk mendorong stau merusak motivasi
seseorang.
Perusahaan yang kurang memiliki keinginan
inspiratif dapat memperbaikinya dengan menggunakan kombinasi yang mana saja
dari ke-7 cara berikut:
(14) Kenalilah kebutuhan-kebutuhan pribadi karyawan karena
karyawan akan lebih terdorong untuk bekerja bagi perusahaan yang memperhatikan
keperluan pribadinya. (15) Gagasan menggunakan kinerja sebagai sadar untuk
promosi masih dianggap revolusioner. Membahas tentang kinerja, suatu perusahaan
harus (16) menetapkan suatu
kebijakan promosi dari dalam secara komprehensif. Kebijakan-kebijakan tersebut harus mencakup
keamanan pekerjaan dengan (17) menegaskan komitmen perusahaan terhadap perkaryaan jangka
panjang. Beberapa pernyataan menunjukkan bahwa karyawan menuntut komitmen
perusahaan yang tinggi atas keamanan kerja, namun perusahaan akan melakukan hal
tertentu yang memperlancar pengkaryaan jangka panjang.
Perusahaan yang (18) membantu
berkembangnya rasa “bermasyarakat” sehingga karyawan akan merasa betah di
dalamnya, telah hilang. Politik kerja dan semangat juang yang menurun akan merampas
motivasi bahkan dari orang yang berorientasi pada prestasi sekalipun.
(19) Gajilah karyawan secara bersaing berdasarkan apa yang
mereka kerjakan. Jika karyawan merasa diberi kompensasi (gaji) yang tepat,
mereka tidak akan akan begitu tertuju pada lembarslip gaji mereka dan
perusahaan dapat memperoleh prestasi karyawan lebih baik lagi dari imbalan yang
tidak berhubungan dengan keuangan (nonfiancial).
Dengan struktur gaji yang kompetitif, sebuah
perusahaan dapat memotivasi orang untuk perolehan yang lebih besar dengan (20) menawarkan
“pembagian keuntungan” (profit sharing) kepada karyawan.
Kegiatan yang berdampak kuat pada jajaran karyawan paling bawah harus
benar-benardikenali, karena karyawan harus mengtahui apa tujuan dari
pekerjaannya. Selanjutkan agar uang mampu memotivasi karyawan, jumlahnya harus
berarti bagi mereka.
Motivasi adalah bagaimana menghargai orang
dengan martabatnya – sesuatu yang akhir-akhir ini sama sekali tidak ada lagi,
dan sangat dibutuhkan bagi karywan yang mengalami stres berat atau terganggu
syarafnya karena kecelakaan kerja.
Kebosanan barangkali merupakan sesuatu yang nyaris luput
dari perhatian kalangan bos di perusahaan sejauh menyangkut masalah karyawan.
Jika Anda seorang manajer, atau petinggi di departemen HR, atau pemilik usaha
yang membawahi sejumlah pegawai, mungkin Anda belum menyadari bahwa karyawan
yang dilanda kebosanan termasuk persoalan serius.
Secara
penampilan dan penampakan luar, karyawan yang bosan akan terlihat baik-baik
saja. Ingat: ini bukan problema yang kasat mata. Sehingga, Anda pun tak
menyadari bahwa “diam-diam” produktivitas mereka menurun dan mereka tak lagi
menyelesaikan pekerjaannya sebaik biasanya. Maka, jika Anda tidak mulai
memperhatikan masalah ini dengan sungguh-sungguh, jangan salahkan siapa-siapa
jika produktivitas karyawan Anda terus menurun. Dan, Anda akan mulai menyadari
ketika segalanya telah jadi tampak salah dan buruk.
Jadi,
sekarang Anda pasti bertanya, “Lalu apa yang bisa saya lakukan untuk mengatasi
karyawan yang dilanda kebosanan?” Jangan kaget atau pun sedih kalau Anda hanya
punya sedikit pilihan. Menurut David Javith, seorang Ph.D yang menjadi kolumnis
pada entrepreneur.com untuk isu-isu manajemen karyawan sekaligus presiden
sebuah organisasi konsultan perusahaan di Newton, Massachusetts, AS, intinya
hanya ada dua cara: membiarkan mereka sambil berharap situasi akan pulih dengan
sendirinya, atau mencoba memotivasi mereka setelah mempelajari situasinya,
memberi pelatihan atau semacam pendampingan khusus untuk mengembalikan semangat
kerja mereka, atau memecat mereka!
Apapun
pilihan Anda, Javith mengingatkan, hendaknya dilakukan sesuai prosedur.
Prosesnya bisa dimulai dengan memeriksa kembali job description mereka, sebuah
dokumen yang terang dan objektif mendefinisikan pekerjaan karyawan secara
rasional. Lalu, menjelaskan (kembali) apa saja tanggung jawab mereka sebagai
karyawan sesuai posisi dalam hierarki perusahaan. Tak jarang, lewat proses
semacam itu, seorang bos akan dikejutkan dengan kenyataan, betapa yang
dilakukan selama ini oleh karyawannya tidaklah sesuai dengan apa yang tertera
dalam job description yang telah disepakati sejak awal.
Kasus semacam
itu menuntut keterampilan kepemimpinan Anda sebagai atasan di perusahaan.
Javith menegaskan, bikinlah job description yang baru, yang lebih akurat,
dengan melibatkan karyawan yang bersangkutan. Kalau perlu, mintalah sang
karyawan untuk menuliskan job description-nya sendiri –Anda tinggal
memeriksanya. Dengan cara ini, Anda sekaligus membantu karyawan merasa ikut
menyumbangkan pikirannya dalam proses yang tengah berlangsung. Pada sisi lain,
cara semacam itu juga membantu Anda sendiri melihat kesempatan-kesempatan bagi
perubahan dan pertumbuhan dalam posisi dan dalam jalan karir para karyawan.
Dalam
situasi yang sama, Anda juga bisa mendorong karyawan untuk mengidentifikasi apa
(lagi) yang sebenarnya ingin mereka lakukan untuk menunjukkan keterampilan dan
pengetahuan mereka. Jika yang bersangkutan ternyata sama sekali tak tahu apa
pekerjaan lain yang bisa dikerjakannya untuk mengatasi kebosanan, ini justru
menjadi kesempatan bagi Anda untuk menjelaskan langkah-langkah ke depan. Yakni,
apa yang mestinya dimiliki oleh sang karyawan, misalnya bahwa dia harus
meningkatkan pengetahuannya, menambah keahliannnya demi membuka kesempatan bagi
dia untuk mendapatkan promosi kenaikan jabatan.
Tiga Jurus
Khusus
Hal-hal
seperti itulah, menurut Javith, yang akan menjadi sumber kunci untuk memotivasi
karyawan yang dilanda kebosanan, karena dengan itu semua Anda membantu mereka
melihat kesempatan-kesempatan untuk pertumbuhan profesional. Sehingga mereka
akan menjadi bersemangat lagi melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab
mereka. Lebih jauh, secara khusus, untuk mengembalikan energi karyawan yang
surut oleh kebosanan, Javith merekomendasikan tiga teknik yang diajukan oleh
Frederick Herzberg dalam buku The Motivation to Work. Yakni, job rotation, job
enlargement dan job enrichment.
Taktik
pertama, job rotation, meliputi pelatihan lintas karyawan, atau memberi
pembelajaran mengenai pekerjaan masing-masing karyawan dalam satu departemen
yang sama. Misalnya, pada departemen keuangan, karyawan dari bagian pembayaran
bisa belajar mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh bagian pemasukan, dan
sebaliknya. Proses rotasi pekerjaan bisa memotivasi karyawan karena tugas dan
tanggung jawab yang berbeda memberikan rasa kebaruan, yang menyegarkan.
Ditambah, karyawan akan merasakan efek pencapaian tertentu dengan penambahan
pengetahuan dan kemampuan pekerjaan.
Sumber kedua
untuk memotivasi karyawan adalah yang dianjurkan Herzberg adalah job
enlargement. Lewat teknik ini, karyawan diberi tugas dan tanggung jawab yang
lebih besar dalam pekerjaan mereka. Misalnya, karyawan bagian pemasukan
keuangan pada contoh teknik nomer satu tadi, ditambah jumlah rekening yang
harus dia tangani, atau diperbanyak lagi jumlah klien yang harus dia hubungi.
Teknik ketiga hampir sama, hanya saja penambahan tugas dan tanggung jawab tidak
secara kuantitatif, melainkan lebih kualitatif. Yakni, kompleksitas
pekerjaannya dan bukan jumlahnya.
Berikut
cerita dari ALVIN S. ALBERT, M.B.A, J.D. seorang praktisi pengacara dengan dua
puluh tahun pengalaman di bidang manajemen, training, dan konsultasi do
beberapa perusahan besar seperti Cox Communications, Comcast Corp., ACCION USA,
dan A.T.&T. Dia telah banyak memberikan workshop di bidang kepemimpinan,
manajemen, resolusi konflik, dan ketrampilan komunikasi. Kliennya meliputi Home
Depot Inc., Fred Pryor Seminars, U.S. Small Business Administration, dan
Monster.com. Albert juga menjadi sebagai profesor tambahan di Clayton College
dan State University, Chattahoochee Technical College, dan The University of
Phoenix.
Saya pernah
bekeja sebagai manajer di industri televisi kabel. Pada saat itu saya mendapat
suply elektronik, pakaian, bonus, dsb yang tidak terbatas yang digunakan
sebagai insentif sales dan goodwill. Memberikan barang-barang melalui kontes,
pesta, dan penarikan. Dengan memberikan hadiah melalui kontes, pesta, dan
penarikan bisa dilakukan setiap minggu, meski tidak setiap hari terjadi.
Setelah mendapatkan insentif kampanye yang mahal, saya menerima ‘keluhan’ pajak
atas bonus tunai dan warna jaket kulit seharga $200. Insentif ini telah menjadi
patokan. Hiasan yang kami gunakan untuk memotivasi dan memberikan energi
memiliki dampak jangka pendek pada sales dan perilaku. Hasilnya, pekerjaan
jatuh pada manajemen yang secara konstan merancang insentif yang lebih besar
dan lebih baik untuk “memotivasi” staf. Seperti yang dikatakan Janet Jackson –
“apa yang sudah kamu lakukan untukku baru-baru ini?”
Tahun-tahun
tersebut mengajarkanku tentang memotivasi karyawan. Banyak dari kita yang lebih
memilih inspirasi – tim yang diarahkan pada diri yang bangga dengan
pekerjaannya – tanpa trik yang berat. Berikut adalah lima tips untuk memotivasi
karyawan:
1. Fokus
pada interaksi non-kontigensi. Berinteraksi dengan orang-orang yang berada di
level personal. Sebagai pemimpin, hubungan Anda dengan tim tidak hanya sebatas
pada pekerjaan. Seperti yang dikatakan Madeleine Hunter, “Orang tidak peduli
dengan seberapa banyak yang Anda ketahui, sampai mereka tahu seberapa besar
Anda”. Anda tidak harus memberikan peluk dan cium setiap pagi, tapi Anda juga
tidak bisa seperti Vice-President yang pernah membawahi saya. Dia tidak pernah
meninggalkan kantornya atau berbicara dengan stafnya sepanjang hari. Ketika dia
berusaha untuk memimpin, dampaknya sangat kecil karena kami tidak memiliki
hubungan.
2.
Mematahkan peraturan. Saya pernah bertanya pada salah seorang sales, apa yang
bisa saya lakukan untuk menunjukkan saya menghargai kerja kerasnya. Dia minta
makan siang di pacuan kuda. Dia janji akan mengajarkan bagaimana bertaruh jika
saya mentraktirnya makan dan menyetir mobil. Apa yang saya lihat sebagai
gangguan pada jadwal saya yang sibuk, berubah menjadi salah satu hari “kerja”
terbaik yang pernah saya alami. Kami sangat menikmati, membicarakan masalah
bisnis, dan membawa hubungan ke tahap selanjutnya.
3. Berpikir
murah dan kustom. Pepatah lama mengatakan, “ide-idelah yang dipertimbangkan”
adalah hal nyata dan ampuh. Kustomisasi atau menyusun penghargaan, hadiah, dsb
agar sesuai dengan penerima sangat berarti dibandingkan nilai hadiah. Staf
sales seperti di Tips no.2 adalah seorang pria yang lebih tua dari saya yang
tidak membutuhkan bonus uang, jam, atau hadiah berupa materi. Dia hanya
menginginkan waktu saya.
4. Bersikap
tulus dan dekat. Studi menunjukkan bahwa diantara motivator karyawan paling top
adalah dengan mengakui pekerjaannya yang diselesaikan dengan baik. Pengakuan
dengan memberikan tiket nonton, kartu terima kasih, voucher hadiah tidak ada
artinya jika digunakan sendiri. Berikan juga kedekatan dan penghargaan yang
tulus dan Anda memiliki formula coaching kinerja yang efektif. Saya membiasakan
untuk membawa freepass bioskop untuk dibagikan ke staff Generation Y. Mereka
paham mengapa mereka medapatkannya dan menghargai ada seseorang yang menghargai
upaya mereka.
5. Berbagi
informasi dan power. Motivasi sejati adalah intrinsik. Anda tidak bisa memakasa
seseorang melakukan sesuatu yang tidak sesuai keinginannya. Setiap harinya
tersingkir hanya karena mereka menolak kinerja- disamping minggu, bulan, dan
tahun untuk berupaya “memotivasi” mereka. Orang menjadi memiliki motivasi diri
ketika mereka merasa dihargai dan memiliki input dalam lingkungan kerja, tugas
dan rencana.