Onno W. Purbo
Menarik sekali membaca tulisan
wartawan Kompas Yuni Ikawati dan Andrey Andoko, tentang InterNet di KOMPAS
Minggu, 23 Oktober 1994. Tulisan yang penuh dengan jargon teknis cukup presisi
melihat arsitektur maupun fasilitas yang ada pada jaringan komputer terbesar di
dunia - InterNet. Ada dua hal yang ingin penulis sampaikan pada kesempatan ini,
yaitu, keterangan tambahan mengenai kondisi jaringan komputer di Indonesia dan
kebudayaan manusia dalam jaringan komputer InterNet yang tidak termuat dalam
KOMPAS 23 Oktober.
Kondisi jaringan komputer di
Indonesia, khususnya antar perguruan tinggi dan lembaga penelitian yang terkait
ada IPTEK-NET, yang sering juga disebut sebagai Paguyuban Network, tampak
terlihat pada Gambar. Tingkat pertumbuhan Paguyuban Network minimal 700% untuk
tahun 1994 - jauh diatas Thailand (334%) yang di klaim sebagai tertinggi di
Asia (KOMPAS 23 Oktober 1994). Jumlah node yang terkait secara aktif di
Paguyuban Network sampai Oktober 1994 adalah 60 buah node, dengan 41 buah node
(66%) berada di Bandung sedang sisanya tersebar di seluruh Indonesia termasuk
di Jakarta. 20% node beroperasi menggunakan saluran telepon, sedang 80% node
beroperasi menggunakan teknologi packet radio Wide Area Network (WAN) yang
telah berhasil kami buat sendiri di Indonesia dengan perangkat lunak dan
rangkaian perangkat keras yang dapat diperoleh secara cuma-cuma. Penggunaan
perangkat yang dibuat sendiri di Indonesia yang menyebabkan akselerasi
pertumbuhan jaringan komputer di Indonesia berbasis teknologi packet radio.
Jumlah pemakai jaringan komputer Paguyuban paling tidak minimal 400 orang yang
sebagian besar terkonsentrasi di Bandung.
Hal lain yang terlepas dari
pengamatan artikel KOMPAS 23 Oktober 1994 adalah budaya informasi dengan adanya
jaringan InterNet. Ada dua hal yang sangat nyata terlihat dengan adanya
jaringan InterNet adalah:
• Globalisasi.
• Kompetisi
dan peningkatan profesionalisme.
Hal ini terjadi secara alamiah karena dalam
jaringan InterNet tidak lagi ada dimensi waktu dan dimensi ruang. Setiap
pengguna jaringan InterNet dapat berkomunikasi, berdiskusi, mengakses berbagai
sumber informasi dalam InterNet setiap saat tanpa memperdulikan dimana mereka
berada dan kapan interaksi dilakukan.
Bayangkan
sebuah sekolah dengan murid yang tersebar di seluruh Indonesia tetapi dapat
tetap bertatap muka dengan guru dan murid lainnya tanpa terikat kapan dan
dimana mereka berada. Hal ini sudah menjadi kenyataan di jaringan komputer
Paguyuban, penulis berkesempatan berinteraksi dengan mahasiswa bahkan membantu
membimbing tugas akhir diberbagai perguruan tinggi di Indonesia tanpa perlu beranjak
sedikitpun dari lokasi penulis di jurusan teknik elektro ITB. Adanya fasilitas
diskusi elektronik, yang tidak terikat pada dimensi ruang dan waktu, telah
banyak membantu para mahasiswa untuk mengerti berbagai persoalannya secara
lebih mendalam dari berbagai diskusi. Proses ini dikenal sebagai problem
based learning dimana siswa dimotivasi untuk memformulasikan sendiri
masalah yang dihadapi untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam. Hal ini
tidak mungkin dilakukan secara efektif dalam sistem pendidikan konvensional.
Bayangkan
jika proses globalisasi diatas tidak hanya terbatas pada perguruan tinggi di
Indonesia tetapi juga meliputi seluruh dunia dan memungkinkan untuk melibatkan
berbagai disiplin ilmu secara simultan. Hal ini yang akhirnya menuju pada
sebuah Global Brain yang memungkin akselerasi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di dunia. Tidak ada lagi batas-batas negara dalam
dunia informasi di jaringan InterNet. Dunia penelitian, bisnis, industri
dimungkinkan untuk menggunakan sumber daya manusia maupun fasilitas lainnya
tanpa terikat pada dimensi-dimensi ruang dan batas-batas negara.
Apa
konsekuensi dari ini semua? kompetisi diantara pemakai jaringan komputer
menjadi sangat ketat. Untuk maju dan berkarya dalam dunia InterNet dituntut
untuk secara terus menerus belajar dan berada di ujung tombak dan menjadi orang
yang terbaik dibidangnya. Profesionalisme menjadi tuntutan yang tidak terelakan
lagi. Kita tidak lagi harus mencari pekerjaan, tetapi pekerjaan akan datang
dengan sendirinya jika kita dapat membuktikan bahwa kita yang terbaik dan dapat
bekerja secara profesional berasaskan kepercayaan. Yang menarik, pekerjaan
tidak hanya datang dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri bahkan
terlepas dari berbagai birokrasi yang sering mengikat. Tidak ada lagi uang
suap, birokrasi yang berbelit - pemakai jaringan yang tidak profesional bahkan
menipu lawan bisnisnya akan segera dijauhi oleh pemakai jaringan lainnya. Hal
ini, sering tidak disadari oleh banyak pemakai jaringan InterNet yang masih
baru.
Keberadaan
individu dalam komunal jaringan InterNet akan tampak lebih menyolok
dibandingkan budaya manusia konvensional yang umumnya menerapkan sistem
perwakilan kekuasaan. Dalam jaringan komputer proses pengambilan keputusan
diambil tanpa proses perwakilan, setiap individu pengguna jaringan mempunyai
hak yang sama dalam menentukan keputusan dan penentuan arah dengan inisiatif
yang umumnya dari bawah. Hal ini merupakan perwujudan sebuah sistem demokrasi
tanpa sistem perwakilan jadi kekuasaan betul-betul berada di tangan pengguna
jaringan InterNet. Bukan mustahil, hal ini menjadi dasar sebuah revolusi
informasi dimasa mendatang.
Banyak sekali hal yang sangat positif dengan adanya jaringan komputer, tulisan ini hanya memfokuskan pada beberapa hal yang paling menonjol dari budaya para pemakai jaringan komputer InterNet. Mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan gambaran manfaat jaringan komputer yang saat ini telah berkembang pesat sekali di Indonesia.
Onno W. Purbo, staff di jurusan teknik
elektro ITB dan PAU Mikroelektronika ITB.
Keterangan Gambar. Kondisi jaringan komputer
antar perguruan tinggi dan lembaga penelitian di Indonesia pada bulan Oktober
1994.



0 komentar:
Posting Komentar